Zaman semakin berkembang, ilmu pengetahuan dan teknologipun
mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai
aspek kehidupan manusia yang semakin meningkat jumlah kebutuhannya
seiring berkembangnya zaman. Contoh perkembangan zaman antara lain
adalah globalisasi, dan teknologi yang semakin canggih. Perkembangan
teknologi yang semakin canggih ini, memiliki berbagai dampak postif dan
negatif di semua aspek kehidupan manusia. Salah satu contoh positif dari
perkembangan teknologi yang pesat adalah memudahkan manusia untuk
memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya televisi, radio,
media cetak, maupun media elektronik seperti internet. Perkembangan
teknologi juga memiliki dampak negatif, yaitu salah satunya adalah
keterbukaan informasi yang tidak bertanggung jawab yang didapatkan dari
sumber-sumber informasi di atas salah satunya internet.
Hampir semua orang dapat mengakses berbagai informasi dari internet.
Salah satunya adalah informasi di bidang psikologi yaitu mengenai
alat-alat tes psikologis. Saat ini, banyak sekali alat-alat tes
psikologi tidak terjamin kerahasiaannya karena keterbukaan yang tidak
bertanggung jawab tersebut. Melalui internet kita dapat memperoleh
informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes
psikologi secara langsung dari internet. Menurut Djamaludin Ancok, kini
semakin sulit untuk merahasiakan alat tes karena begitu mudahnya
berbagai tes diperoleh melalui internet. Program tes inteligensi seperti
tes Raven, dan Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui
compact disk. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang
ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus
berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
Apabila tes-tes psikologi tersebut bocor, maka penulis memiliki
kekhawatiran akan banyaknya biro-biro psikologi yang gulung tikar.
Karena masyarakat akan mempunyai asumsi bahwa mereka tidak perlu lagi
untuk datang ke biro psikologi untuk melakukan berbagai macam tes
psikologis. Hal ini disebabkan juga karena mereka mendapatkan kemudahan
hanya denga membuka internet, mencari tes psikologi online yang mereka
butuhkan, langsung dapat mengetahui hasilnya dan dengan biaya yang murah
meriah. Sebenarnya tes-tes psikologi tidak hanya mudah dicari melalui
internet, sekarang sudah banyak juga yang menjual buku-buku tentang tes
psikologi dengan harga yang murah.
Penulis sangat meyakini bahwa yang membuat dan menjual alat-alat tes
psikologi melalui internet maupun buku di toko-toko buku yang ada adalah
bukan orang-orang yang berasal atau bergerak di bidang psikologi dan
minimal daru jurusan psikologi. Karena orang-orang yang benar-benar
bergerak di bidang psikologi tersebut memiliki kode etik psikologi
(lihat http://himpsijaya.org/kode-etik). Hal ini di dukung oleh Himpunan
Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang akan mengajukan Rancangan
Undang-undang Psikologi ke DPR. RUU ini dibuat karena banyak terjadi
penyimpangan dalam profesi psikolog. Ketua Himpsi, Rahmat Ismail,
menyatakan saat ini banyak profesi yang bukan psikolog, melakukan
tugas-tugas yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh seorang psikolog.
Misalnya, melakukan rekrutmen. Padahal, kata Rahmat, rekrutmen
jelas-jelas merupakan kompetensi dari psikolog.
Dalam mengikuti psikotes atau tes-tes psikologis lainnya, tidak
diperlukan bimbingan atau membaca buku-buku yang berkaitan dengan
tes-tes psikologis. Karena hal tersebut menurut Rahmat merupakan potret
diri masing-masing individu. Masing-masing individu memiliki ciri khas
tertentu. Apapun yang dijawab dalam soal-soal psikotes, akan memunculkan
ciri khas atau keunikan dari individu-individu tersebut yang
sebenarnya. Dampak negatif lain dari kebocoran tes-tes psikologis adalah
tes-tes tersebut menjadi tidak valid. Artinya adalah alat tes tersebut
tidak dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur, karena subjek atau
orang yang mengikuti tes psikologis itu sudah mengetahui apa yang akan
ia jawab dalam tes tersebut. Oleh karena itu, meraka akan membuat-buat
atau mengada-ada setiap jawaban yang mereka berikan dalam tes tersebut.
Hal ini disebabkan karena setiap orang tidak mau mendapatkan hasil tes
psikologis yang kurang bagus, karena hal tersebut dapat memunculkan
berbagai asumsi terhadap dirinya.
Kebocoran alat tes sangat mendapatkan perhatian serius dari HIMPSI.
Dalam draf RUU psikologi terdapat peraturan izin praktik dan setifikasi
yang sangat ketat (lihat http://himpsi.org/ORGANISASI/RUUdraft6.htm).
Mereka yang melakukan praktik psikologi tanpa memiliki Sertifikasi
Kompetensi Keprofesian Psikologi dan Surat Izin Praktik Psikologi
diancam pidana penjara selama paling lama lima tahun dan denda paling
banyak Rp150 juta. Bahkan, mempekerjakan seseorang yang tidak memiliki
Surat Izin Praktek psikologi untuk melakukan praktik psikologi juga
diancam pidana penjara selama paling lama 10 tahun. Yang cukup
mengejutkan, dalam draf tersebut dinyatakan mereka yang menggunakan,
memperjualbelikan alat tes dan seluruh perangkat alat tes psikologi,
termasuk kunci jawaban, mendapat ancaman pidana yang sama, yaitu paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta. Padahal seperti yang
penjulis sudah paparkan diatas, selama ini buku-buku berisi soal-soal
psikologi dapat dengan mudah dijumpai di berbagai toko buku.
Menurut Rahmat, alat tes psikologi termasuk rahasia negara sehingga
harus dijaga dan tidak bisa dijadikan pengetahuan umum. Namun, ia
menambahkan, tidak semua alat tes psikologi merupakan rahasia negara.
Alat tes yang merupakan rahasia negara adalah alat tes yang hanya dapat
digunakan oleh psikolog, seperti yang biasa digunakan untuk rekrutmen
dan penelitian masalah intelegensia dan kepribadian, serta alat tes yang
hanya dapat digunakan oleh psikolog klinis, yaitu masalah psikologi
yang berat yang menyangkut penyakit kejiwaan. Sementara untuk tes
psikologi model kuis seperti yang banyak terdapat di majalah, internet,
maupun buku-buku yang diperjual belikan di toko buku, dapat digunakan
oleh masyarakat awam.
Jadi, kerahasiaan alat-alat tes psikologi harus sangat di jaga.
Terutama oleh orang-orang yang bergerak di bidang psikologi agar tes-tes
tersebut memiliki daya fungsi yang sesuai dengan apa yang akan di ukur.
*Tulisan ini adalah tulisan pertama saya, jadi kalau masih banyak
kesalahan dalam kata-kata atau format penulisan mohon dimaklumi dan
dikoreksi..terimakasih
Sumber: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/dampak-internet-terhadap-kerahasiaan-alat-tes-psikologi/